Sabaria Lasse, 49 tahun,
selalu antusias tiap kali orang menanyakan perihal kakus baru miliknya.
Kakus atau WC separo tembok dan separo kayu itu berukuran sekitar dua
meter persegi, terletak di sisi kanan rumahnya di desa Hilizokhu,
Kecamatan Lahewa, Nias
“Kakus ini saya buat dengan biaya sendiri,” jelas Sabaria, dalam bahasa lokal, dengan bangga.
Sebelum punya kakus sendiri, Sabaria dan banyak warga lainnya di desa tersebut cukup lari ke semak-semak belakang rumah jika ingin buang hajat. Sebagian lainnya memilih sungai sebagai ‘kakus alami’ mereka. Kebiasaan yang tak sehat ini, tak pelak, mengundang banyak penyakit yang sering menyerang warga desa. Sebut saja, misalnya, penyakit diare.
Kondisi itulah yang ditemui Palang Merah Indonesia, yang bekerja sama dengan Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau IFRC (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies) membuka program penyediaan airs bersih dan sanitasi atau watsan (water and sanitation) di Nias pasca gempa 2005 di Lahewa dan Mandrehe, Nias. Palang Merah membangun puluhan MCK berikut septik tank, keran air dan pemipaan, serta penampungan air sumber dan air hujan.
“Kakus ini saya buat dengan biaya sendiri,” jelas Sabaria, dalam bahasa lokal, dengan bangga.
Sebelum punya kakus sendiri, Sabaria dan banyak warga lainnya di desa tersebut cukup lari ke semak-semak belakang rumah jika ingin buang hajat. Sebagian lainnya memilih sungai sebagai ‘kakus alami’ mereka. Kebiasaan yang tak sehat ini, tak pelak, mengundang banyak penyakit yang sering menyerang warga desa. Sebut saja, misalnya, penyakit diare.
Kondisi itulah yang ditemui Palang Merah Indonesia, yang bekerja sama dengan Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau IFRC (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies) membuka program penyediaan airs bersih dan sanitasi atau watsan (water and sanitation) di Nias pasca gempa 2005 di Lahewa dan Mandrehe, Nias. Palang Merah membangun puluhan MCK berikut septik tank, keran air dan pemipaan, serta penampungan air sumber dan air hujan.
“Saya
melihat MCK yang dibangun Palang Merah, warga menyukainya,” kata
Sabaria. Tiap tiga-empat keluarga memperoleh satu MCK untuk digunakan
dan dirawat bersama. Tetapi untuk beberapa orang, khususnya yang sudah
berusia lanjut, termasuk Sabaria, punya kakus sendiri yang jaraknya
dekat dengan rumah. Maka, ia memutuskan membangun kakus sendiri, meniru
desain dan sistem yang dibuat Palang Merah. Butuh dua minggu untuk
membangun kakus tersebut, lengkap dengan septik tank-nya. Sabaria harus
mengeluarkan uang dari koceknya sekitar satu juta rupiah. Selain
dirinya, ada pula warga di dusunnya yang melakukan hal serupa, seperti
Atoaro Zalukhu, 40 tahun.
Akses
air bersih jadi lebih mudah Sungguh tidak mudah menerapkan program
pengadaan air bersih dan sanitasi di daerah seperti Nias. Sebagai
contoh, di desa Ombolata Afulu, penduduk harus berjalan kaki ke
penampungan air milik desa demi memperoleh air bersih. Air dialirkan
dari bukit yang berjarak 300 meter dari perkampungan, menggunakan
bambu.
Dengan bantuan
Palang Merah, kini bak penampungan air sumber di bukit tengah dibangun,
berikut pemipaannya ke desa. Di desa sudah disiapkan tiga tangki
penampungan air, yang nantinya akan menyalurkan air ke setiap rumah
penduduk. “Dengan adanya instalasi ini, setidanya 40 keluarga di sini
akan bisa memperoleh air lebih mudah daripada sebelumnya,” kata kepala
desa Ombolata Afulu, Belifati Warowu dengan raut gembira.
Tak
heran, atas musyawarah warga, mereka ikut menyingsingkan lengan baju
membantu pembangunan sarana air bersih dan sanitasi ini. “Warga desa
menyumbang pasir untuk pembangunan bak penampungan,” kata Belifati.
Selain itu, mereka menggilir warga desa untuk turun bekerja, 20 orang
setiap 3 hari dengan sistem bergiliran. Tak cuma itu, warga juga belajar
bagaimana hidup secara lebih sehat dan higienis sehari-hari, seperti
mencuci tangan dengan sabun, merebus air sebelum dikonsumsi, dan
lain-lain.
“Sebelum gempa
2005, diperkirakan kurang dari 30% populasi di pulau ini yang punya
akses terhadap air bersih, sanitasi dasar, serta mengerti praktek hidup
sehat,” kata Nigel Ede, kepala kantor IFRC di Nias. Lewat
programp-program yang dilaksanakan Palang Merah dan beberapa lembaga
kemanusiaan lainnya, kondisi tersebut kini lumayan membaik, meskipun
tetap masih banyak hal yang harus dilakukan .
Di
Nias, Palang Merah memusatkan kegiatannya untuk menangani persoalan
tingginya tingkat kematian karena problem kesehatan melalui, antara
lain, program watsan. Selain itu, Palang Merah juga melaksanakan program
pertolongan pertama berbasis masyarakat (PPBM) yang bertujuan
memberikan masyarakat pengetahuan dan ketrampilan dalam menangani
situasi darurat kesehatan sehari-hari, manakala jauh dari akses pusat
kesehatan, atau ketika petugas kesehatan tidak tersedia.
(Akhmad Husein)(http://www.pmi.or.id/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar